MANAJEMEN
PESERTA DIDIK DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
M
A K A L A H
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
"
Manajemen Pendidikan Islam"
Dosen
Pengampu :
Dr.
Afiful Ikhwan, M.Pd.I
Oleh
:
Anta-
2014471065
Kuswanto-
2014471977
Setyo
Heru Kurniawan- 2014471985
PAI
– SEMESTER 6
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAMMUHAMMADIYAH TULUNGAGUNG
Pebruari
2017
KATA
PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat
dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama Islam.
Kemudian
dari pada itu, saya sadar bahwa dalam menyusun makalah ini banyak yang membantu
terhadap usaha saya, mengingat hal itu dengan segala hormat saya sampaikan rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ketua
Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM) Tulungagung Bapak Nurul Amin,
M.Ag
2. Dosen
pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini Bapak
Afiful Ikhwan, M.Pd.I
3. Teman
– teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah.
Atas
bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat berdo' a dan memohon
kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi amal soleh di mata
Allah SWT. Amin.
Dan
dalam penyusunan makalah ini saya sadar bahwa masih banyak kekurangan dan
kekeliruan, maka dari itu saya mengharapkan keritikan positif, sehingga bisa
diperbaiki seperlunya.
Akhirnya
saya tetap berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir amalan saya dan
bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Yaa
Robbal 'Alamin.
(PENYUSUN)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................
i
Kata Pengantar ............................................................................................
ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ..........................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.....................................................................................
2
C.
Tujuan Masalah ........................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
MANAJEMEN
PESERTA DIDIK DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian Manajemen Pendidikan Islam ................................................
3
B.
Definisi Peserta Didik dalam Pendidikan Islam .......................................
5
C.
Konsep Manajemen dalam Lembaga Pendidikan Islam .......................... 9
D.
Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik ........................................
12
E.
Ruang Lingkup Manajemen Kesiswaan ..................................................
14
F.
Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik ......................................................
20
G.
Karakteristik Peserta Didik .....................................................................
22
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan
..................................................................................................
24
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................
25
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam
pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar,
tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik, tidak boleh
dikerjakan secara asal-asalan. Arah pekerjaan yang jelas dan landasan yang
mantab serta cara-cara mendapatkannya yang transparan akan menjadikan amal
perbuatan yang mendapatkan ridlo dan hidayah dari Allah swt. Hal ini merupakan
prinsip utama dalam ajaran Islam. Sesuai dengan prinsip itu, maka manajemen
dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat dan tuntas
merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.
Dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan, khususnya pendidikan Islam akan sangat
bergantung kepada manajemen yang digunakan dalam suatu lembaga pendidikan Islam
(sekolah Islam) yang bersangkutan. Manajemen tersebut akan efektif dan efisien
apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk
mengoperasikan sekolah Islam tersebut, kurikulum yang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan komitmen tenaga
kependidikan yang handal, sarana-prasarana yang memadai untuk mendukung
kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan
fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal di
atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana
mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah Islam tersebut
kurang optimal.
Sementara
itu salah satu elemen keberhasilan pendidikan islam ialah peserta didik atau
boleh dikatakan sebagai murid. Murid merupakan input dalam suatu lembaga
pendidikan. Sedangkan keberhasilan suatu pendidikan dapat dilihat atau
dipandang melalui output yang dihasilkan. Output yang mempunyai mutu
atau kualitas yang tinggi tidak mungkin kalau dihasilkan dengan input yang
rendah. Output yang tinggi biasanya dihasilkan melalui input yang
tinggi pula. Maka dari itu suatu sekolah islam yang ingin meningkatkan kualitas
pendidikannya harus meningkatkan kualitas inputnya dahulu.
Disamping
itu walaupun input suatu sekolah tersebut baik, sekolah tersebut tidak mungkin
baik jika tidak didukung dengan pengaturan atau bahasa sekarang dinamakan
manajemen yang baik pula. Banyak sekali sekolah-sekolah yang inputnya baik tapi
kenyataannya outputnya kurang berhasil atau bermutu. Ketika diselidiki, hal itu
bukan disebabkan pendidikan atau materinya akan tetapi disebabkan manajemen
peserta didiknya yang kurang baik.
Maka
dari itu penulis disini akan menguraikan dari beberapa referensi mengenai
manajemen peserta didik dan hal-hal yang berkaitan dengan manajemen peserta
didik tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Manajemen Pendidikan Islam?
2. Apa
Definisi Peserta Didik dalam Pendidikan Islam?
3. Bagaimana
Konsep Manajemen dalam Lembaga Pendidikan Islam?
4. Apa
Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik?
5. Apa
saja Ruang Lingkup Manajemen Kesiswaan?
6. Apa
saja Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik?
7. Bagaimana
Karakteristik Peserta Didik?
C.
Tujuan Masalah
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Manajemen Pendidikan Islam.
2. Untuk
Mengetahui Definisi Peserta Didik dalam Pendidikan Islam.
3. Untuk
Mengetahui Konsep Manajemen dalam Lembaga Pendidikan Islam.
4. Untuk
Mengetahui Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik.
5. Untuk
Mengetahui Ruang Lingkup Manajemen Kesiswaan.
6. Untuk
Mengetahui Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik.
7. Untuk
Mengetahui Karakteristik Peserta Didik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Manajemen Pendidikan
Islam
Manajemen
sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Luther Gulick memandang
manajemen sebagai ilmu karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang
pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana
orang bekerja sama.[1]
Sedangkan menurut Folet melihatnya sebagai kiat karena manajemen mencapai
sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan tugas.[2]
Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk
mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntut oleh suatu kode
etik.
Meskipun
cenderung mengarah pada suatu fokus tertentu, para ahli masih berbeda pandangan
dalam mendefenisikan manajemen dan karenanya belum dapat diterima secara
universal. Namun demikian terdapat konsensus bahwa manajemen menyangkut derajat
keterampilan tertentu. Untuk memahami istilah manajemen, pendekatan yang digunakan
di sini adalah berdasarkan pengalaman manajer. Meskipun pendekatan ini
mempunyai keterbatasan, namun hingga kini belum ada perbaikan. Manajemen di
sini dilihat sebagai suatu sistem yang setiap komponenya menampilkan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhan. Manajemen merupakan suatu proses sedangkan manajer
dikaitkan dengan aspek organisasi (orang – struktur – tugas - tekhnologi) dan
bagaimana mengaitkan aspek yang satu dengan yang lain, serta bagaimana
mengaturnya sehingga tercapai tujuan system.
Dalam
proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang
manajer/pimpinan, yaitu:
1.
Perencanaan (Planning)
2.
Pengorganisasian (Organizing)
3.
Pimpinan (leading)
4.
Pengawasan (Controling)[3]
Manajemen
sering diartikan sebagai proses perencanaan, mengorganisasi, memimpin dan
mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi
tercapai secara efektif dan efisien.
Pemikiran
tentang manajemen bermula pada tahun 5.000 SM di Mesir. Pada masa itu orang
memakai catatan tertulis untuk perdagangan dan pemerintahan. Pada 3.00 SM –3.00
M masyarakat Roma memanfaatkan komunikasi efektif dan pengendalian terpusat
untuk efektifitas dan efesiensi. Tahun 1500 M Machiaveli membuat pedoman
pemanfaatan kekuasaan. Tahun 1776 M Adam Smith menyatakan bahwa pembagian kerja
titik kunci badan usaha.[4]
Kemudian 1841-1925 Henry Fayol mengemukakan pentingnya administrasi. Menurut
penulis manajemen biasa dikatakan sebagai ilmu jika teori-teorinya mampu
menentukan manajer dengan memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada
situasi tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan akibat-akibat dari
tindakan-tindakanya.
Menurut
Mary Parker Follet manajemen sebagai seni untuk melasanakan pekerjaan melalui
orang-orang. Defenisi ini perlu mendapat perhatian karena berdasarkan
kenyataan, manajemen mencapai tujuan organisasi dengan cara mengatur orang
lain.
Adapun
interpretasi tentang pendidikan berbeda-beda menurut para pakar. Perbedaannya
tak lain hanya terletak pada sudut pandang. Di antara mereka ada yang
mendefinisikan dengan mengkonotasikan dengan peristilahan bahasa, keberadaan,
dan hakekat kehidupan manusia di dunia ini, dan ada pula yang melihat dari segi
proses kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggarakan pendidikan. Tetapi semua
pendapat itu bertemu dalam pandangan bahwa 5
pendidikan
adalah suatu proses mempersiapkan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan
untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.
Oleh
karena itu, pendidikan benar-benar merupakan latihan fisik, mental, dan moral
bagi individu-individu supaya mereka menjadi manusia yang berbudaya. Sehingga
mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi warga negara yang berguna.
Inilah yang kelihatannya merupakan pandangan yang kebanyakan dipegang oleh para
ahli pendidikan terkemuka sepanjang zaman. John Dewey, misalnya mengemukakan;
bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental, secara
intelektual dan emosional, ke arah alam sesama manusia.
Adapun
Mohammad Nasir menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbigan jasmani dan rohani
yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti
sesungguhnya.[5]
Pengertian tersebut hampir sama dengan pengertian yang dipublikasikan oleh
Ahmad D. Marimba, bahwa pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.
Dari
beberapa pandangan ahli pendidikan di atas, jelaslah bahwa pendidikan adalah
suatu proses belajar dan penyesuaian individu-individu secara terus-menerus
terhadap nilai-nilai budayadan cita-cita masyarakat.
B.
Definisi Peserta Didik dalam
Pendidikan Islam
Dengan
berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang tepat untuk
menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik.
Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak,
tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya
dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak.
Penyebutan
peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak
hanya di sekolah (pendidikan formal), tapi juga lembaga pendidikan di
masyarakat, seperti Majelis Taklim, Paguyuban, dan sebagainya.[6]
Secara
etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut
arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan
arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan thalib secara
bahasa berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah
penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk
mencapai derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta
didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi
lazimnya disebut dengan mahasiswa.[7]
Peserta
didik adalah amanat bagi para pendidiknya. Jika ia dibiasakan untuk melakukan
kebaikan, niscaya ia akan tumbuh menjadi orang yang baik, selanjutnya
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhiratlah kedua orang tuanya dan juga setiap mu’alim
dan murabbi yang menangani pendidikan dan pengajarannya. Sebaliknya,
jika peserta didik dibiasakan melakukan hal-hal yang buruk dan ditelantarkan
tanpa pendidikan dan pengajaran seperti hewan ternak yang dilepaskan beitu saja
dengan bebasnya, niscaya dia akan menjadi seorang yang celaka dan binasa.[8]
Sama
halnya dengan teori barat, peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu
sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan
religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Definisi
tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa,
yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak
kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta didik di
sekolah, dan umat beragama menjadi peserta didik masyarakat sekitarnya, dan
umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.
Dengan
demikian dalam konsep pendidikan Islam, tugas mengajar, mendidik, dan memberikan
tuntunan sama artinya dengan upaya untuk meraih surga. Sebaliknya,
menelantarkan hal tersebut berarti sama dengan mejerumuskan diri ke dalam
neraka. Jadi, kita tidak boleh melalaikan tugas ini.[9]
Menurut
Langeveld anak manusia itu memerlukan pendidikan, karena ia berada dalam
keadaan tidak berdaya atau hulpeoosheid.[10]
Dalam Al-Quran dijelakan:
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur”. (QS. An-Nahl: 78)[11]
Peserta
didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari
pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah
dan suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap
nilai hidup atas pendidikan agama peserta didik.[12]
Hal
ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW., yang artinya:
“Tidaklah
anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk
percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut
beragama Yahudi, Nasrani, Majusi” (HR. Muslim)
Menurut
hadis ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan itulah yang
disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam hadis itu adalah potensi.
Potensi adalah kemampuan; jadi fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan.
Ayah-ibu dalam hadis ini adalah lingkungan sebagaimana
yang
dimaksud oleh para ahli pendidikan. Kedua-duanya itulah, menurut hadis ini,
yang menentukan perkembangan seseorang.[13]
Manusia
mempunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyak potensi yang
dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu
kecenderungan menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang
jahat. Kecenderungan beragama termasuk ke dalam kecenderungan menjadi baik.[14]
Firman
Allah SWT:
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui” (QS. Ar-Rum: 30)[15]
Dari
ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa
fitrah beragama, dan kemudian bergantung kepada para pendidiknya dalam
mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia anak dalam pertumbuhannya.
Dasar-dasar pendidikan agama ini harus sudah ditanamkan sejak peserta didik itu
masih usia muda, karena kalau tidak demikian kemungkinan mengalami kesulitan
kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diberikan pada masa dewasa.
Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan
sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan peserta didik.[16]
C.
Konsep Manajemen dalam Lembaga
Pendidikan Islam
Setiap
jenis pengetahuan termasuk pengetahuan manajemen mempunyai ciri-ciri yang
spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemology) dan untuk
apa (aksiologi) pengetahuan manajemen tersebut disusun. Ketiganya
berkaitan satu sama lain (sistem). Berdasarkan landasan ontologi dan aksiologi
itu, maka bagaimana mengembangkan landasan epistemology yang sesuai.
Persoalan
utama yang dihadapi oleh setiap epistemology pada dasarnya bagaimana
mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspekontologi dan
aksiologi. Dengan demikian juga halnya dengan masalah yang dihadapi epistimologi,
yakni bagaimana menyusun pengetahuan yang benar untuk menjadi masalah mengenai
dunia empiris yang akan digunakan sebagai alat untuk meramalkan dan
mengendalikan peristiwa atau gejala yang muncul.
Di
dalam pengetahuan manajemen, falsafah pada hakikatnya menyediakan seperangkat
pengetahuan untuk berfikir efektif dalam memecahkan masalah-masalah manajemen.
Ini merupakan hakikat manajemen sebagai suatu disiplin ilmu dalam mengatasi
masalah organisasi berdasarkan pendekatan keilmuan.
Bagi
seorang manajer perlu pengetahuan tentang kebenaran manajemen, asumsi yang
telah diakui, dan nilai-nilai yang telah ditentukan. Pada akhirnya semua itu
akan memberikan kepuasan dalam melakukan pendekatan yang sistematik dalam
peraktek manajerial.
Manajemen
mempunyai peran atau membantu menjelaskan perilaku organisasi yang berkaitan
dengan motivasi, produktivitas, dan kepuasan. Karakteristik teori manajemen
secara garis besar dapat dinyatakan:
1.
Mengacu pada pengalaman empirik,
2.
Adanya keterkaitan antara satu teori
dengan teori lain
3.
Mengakui kemungkinan adanya penolakan.
Di
dalam proses manajemen digambarkan fungsi-fungsi manajemen secara umum yang
ditampilkan ke dalam perangkat organisasi dan dimulai dikenal sebagai teori
manajemen klasik. Menurut teori klasik pilar-pilar manajemen klasik terdiri
dari 3 pilar yaitu: pembagian kerja, struktur, rentang pengawasan.
Namun
banyak ahli yang mengatakan bahwa manajemen belum mempunyai teori yang standar,
tetapi sebagai pendekatan. Karena itu teori seringkali dikatakan sebagai
pendekatan manajemen secara klasik, neoklasik dan pendekatan modern.
Salah satu teori klasik yang tergolong paling tua adalah manajemen ilmiah yang
dipelopori oleh Henry Fayol. Tergolong dari teori klasik ini yaitu; tentang
studi waktu dan gerak, administrasi, birokrasi. Sedangkan teori neoklasik
seringkali dikaitkan dengan pendekatan perilaku, yaitu teori kebutuhan
manusia, teori kepribadian dan organisasi selanjutnya teori modern yaitu;
pimpinan situasional, dan hubungan bagian dalam sistem dan lingkungan.
Manajemen
mempunyai prinsip dasar dalam praktik pendidikan antara lain:
1. Menentukan
cara/metode kerja
2. Pemilihan
pekerja dan pengembangan keahliannya.
3. Pemilihan
prosudur kerja.
4. Menentukan
batas-baras tugas
5. Mempersiapkan
dan membuat spesipikasi tugas
6. Melakukan
pendidikan dan latihan
7. Menentukan
sistem yang menghasilkan[17]
Semua
itu dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi dan produktifitas
pendidikan. Banyak sumber daya manajemen yang terlibat dalam organisasi atau
lembaga-lembaga termasuk lembaga pendidikan, antara lain: manusia, sarana dan
prasarana, biaya, teknologi dan informasi.
Namun
demikian sumber daya yang paling penting dalam pendidikan adalah sumber daya
manusia. Bagaimana manajer menyediakan tenaga, bakat kreativitas, dan
semangatnya bagi organisasi. Karena tugas terpenting dari seorang manajer
adalah menyeleksi, menempatkan, melatih dan mengembangkan sumber daya manusia.
Persoalannya pengembagan sumber daya manusia mempunyai hubungan yang positif
dengan produktivitas dan pertumbuhan organisasi, kepuasan kerja, kekuatan dan
profesionalitas manajer.
Sumber
daya manusia menurut penulis terkandung aspek: kompetensi, keterampilan,
kemampuan, sikap, perilaku, motivasi, dan komitmen. Dalam pendidikan, jenis
sumber daya berdasarkan ruang lingkup keterlibatannya ke dalam penyelenggaraan
pendidikan dikelompokkan kedalam SDM Pendidikan dalam sekolah dan SDM
pendidikan luar sekolah. Apabila dilihat dari segi tugas pokoknya, dibedakan
menurut tenaga teknis, tenaga administratif dan tenaga penunjang. Selanjutnya
dalam PP 38/1992 tentang tenaga kependidikan ditegaskan pengelompokannya
menjadi tenaga pendidik, (pembimbing, pengajar, pelatih), pengelolaan,
pengawas, laporan, teknisi sumber belajar, peneliti dan penguji.
Persoalan
pokok dalam pembinaantenaga kependidikan adalah pembinaan etos kerja. Etos
kerja adalah sikap mentaluntuk menghasilkan produk kerja yang baik, bermutu
tinggi baik barang maupunjasa. Etos kerja dipengaruhi oleh sikap, pandangan, cara-cara,
dankebiasaan-kebiasaan kerja yang ada pada seseorang, suatu kelompok atau
bangsa.Pembinaan etos kerja ini merupakan bagian dari pembinaan tata nilai, dan
dalam dunia pendidikan masalah ini tidak cukup diperhatikan.
Pada pengembangan mutu SDM ini yang paling
banyak dilakukan pembinaan keterampilan untuk melakukan sesuatu yang nyata
seperti keterampilan komputer, menjahit, akuntansi, dan sebagainya. Akan tetapi
membentuk keinginan bagaimana melakukan pekerjaan-pekerjaan itu sebaik-baiknya
kurang diperhatikan. Tentunya hal ini dapat terwujud jika kemampuan menghasilkan
sesuatu yang bermutu itu ditunjang oleh etos kerja, motivasi tinggi untuk
berprestasi.
Bagaimana
caranya memupuk etos kerja. Salah satu usaha dengan menciptakan suasana kerja
yang mengantarkan perilaku karyawan/ guru ke arah yang lebih produktif secara
langsung mengubah sikap, pandangan harapan dan keterampilan/ keahlian yang
lebih efektif yang sekarang sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman. Dan ini tantangan para manajer/pimpinan pendidikan.[18] Pada
intinya manajemen kesiswaan di suatu sekolah membantu
siswa
untuk mengembangkan dirinya yang sesuai dengan program-program yang dilakukan
oleh sekolah atau sekolah islam tersebut.[19]
D.
Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta
Didik
Tujuan
umum dari manajemen peserta didik ialah mengatur segala kegiatan-kegiatan
peserta didik agar semua kegiatan-kegiatan tersebut dapat menunjang proses
belajar mengajar di sekolah. Sehingga proses belajar mengajar di sekolah dapat
berjalan lancar, tertib, dan teratur serta dapat memberikan kontribusi bagi
pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan.[20]
Tujuan
khusus dari manajemen peserta didik adalah sebagai berikut:
1.
Meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan psikomotorik peserta didik.
2.
Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan
umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik.
3.
Menyalurkan aspirasi, harapan dan
memenuhi kebutuhan peserta didik
Dengan
terpenuhinya 1, 2, 3 di atas diharapkan peserta didik dapat mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik
dan tercapai cita-cita mereka.
Fungsi
Manajemen Peseta didik secara umum adalah sebagai wahana bagi peserta pendidik
untuk mengembangkan diri semaksimal mungkin baik dari segi individualitasnya,
sosialnya, aspirasinya, kebutuhan dan potensi lainnya dari peserta didik.
Secara
khusus fungsi manajemen peserta didik adalah sebagai berikut:[21]
1.
Fungsi yang berkenaan dengan
pengembangan individualitas peserta didik adalah agar mereka dapat mengembangkan
potensi-potensi individualitas tanpa banyak terhambat. Meliputi kemampuan
kecerdasan, kemampuan bakat dan kemampuan lainnya.
2.
Fungsi yang berkenaan dengan
pengembangan fungsi sosial peserta didik adalah agar peserta didik dapat
mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, orang tua dan keluarganya, lingkungan
sosial sekolahnya dan lingkungan sosial lingkungannya.
3.
Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran
aspirasi dan harapan peserta didik adalah agar peserta didik tersalur hobi,
kesenangan dan minatnya. Karena hobi juga merupakan penunjang terhadap
pengembangan diri peserta didik secara keseluruhan.
4.
Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan
kebutuhan kesejahteraan peserta didik adalah agar peserta didik sejahtera dalam
hidupnya. Kesejahteraan sangat penting karena dengan demikian ia akan jugaa
turut memikirkan kesejahteraan sebayanya.
Sedangkan
Menurut Shrode dan Voich, Tujuan utama manajemen pendidikan adalah
produktifitas dan kepuasan.[22]
mungkin saja tujuan ini tidak tunggal bahkan jamak, seperti peningkatan mutu
pendidikan/lulusanya, keuntungan/ profit yang tinggi, pemenuhan
kesempatan kerja, pembangunan daerah/ nasional tanggung jawab sosial.
Tujuan-tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap
situasi dan kondisi organisasi, seperti kekuatan dan kelemahan, peluang dan
ancaman.
Apabila
produktivitas merupakan tujuan maka perlu dipahami makna produktivitas itu
sendiri. Sutermeister membataskan produktivitas sebagai ukuran kuantitas dan
kulaitas kinerja dengan mempertimbangkan kemanfaatan sumber daya. Produktivitas
itu sendiri dipengaruhi perkembangan bahan, teknologi, dan kinerja manusia.
Pengertian konsep produktivitas berkembang dari pengertian teknis sampai dengan
perilaku. Produktifitas dalam arti teknis mengacu kepada derajat keefektifan,
efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Sedangkan dalam pengertian perilaku,
produktifitas merupakan sikap mental yang senantiasa berusaha untuk terus
berkembang.
E.
Ruang Lingkup Manajemen Peserta
Didik
Secara
umum bidang kesiswaan/ peserta didik sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang
harus diperhatikan, yaitu penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar,
serta bimbingan dan pembinaan disiplin. Berdasarkan tiga tugas utama tersebut
ruang lingkup manajemen peserta didik berkaitan erat dengan hal-hal sebagai
berikut:
1.
Perencanaan peserta didik/ kesiswaan
Dalam perencanaan kesiswaanini mencakup
sensus sekolah dan penentuan jumlah siswa yang diterima. Sensus sekolah
pencatatan anak usia sekolah yang diperkirakan akan masuk sekolah islam atau
calon siswa. Pendataan anak usia sekolah atau calon siswa merupakan salah satu
komponen penting dalam perencanaan pendidikan. Dengan data yang diperoleh dari
sensus sekolah akan dapat ditetapkan:
a.
Jumlah dan lokasi sekolah,
b.
Batas daerah penerimaan siswa suatu
sekolah.
c.
Jumlah fasilitas transportasi,
d.
Layanan program pendidikan,
e.
Fasilitas pendidikan bagi anak-anak
cacat,
f.
Laju pertumbuhan pendidikan khususnya
anak-anak usia sekolah disekitar sekolah.
2.
Penerimaan Siswa Baru
Penerimaan siswa baru perlu dikelola
sedemikian rupa mulai dari perencanaan penentuan daya tampung sekolah islam
atau jumlah siswa baru yang akan diterima, dengan mengurangi daya tampung
dengan jumlah anak yang tinggal dikelas atau mengulang. Kegiatan tersebut
biasanya dikelola oleh panitia penerimaan siswa baru atau PSB.
Langkah-langkah
penerimaan siswa baru adalah sebagai berikut:
a.
membentuk panitia penerimaan murid,
b.
menentukan syarat pendaftaran calon,
c.
menyediakan formulir pendaftaran,
d.
pengumuman pendaftaran calon,
e.
menyediakan buku pendaftaran,
f.
waktu pendaftaran,
g.
penentuan calon yang diterima.
3.
Pengelompokan Siswa
Pengelompokan siswa
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah
islam dapat berjalan lancar, tertib dan dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan. Ada beberapa jenis pengelompokan siswa diantaranya:
a.
Pengelompokan dalam kelas-kelas.
b.
Pengelompokan berdasarkan bidang studi
c.
Pengelompokan berdasarkan spesialisasi
d.
Pengelompokan dalam sistem kredit
e.
Pengelompokan berdasarkan kemampuan
f.
Pengelompokan berdasarkan minat.
4.
Pembinaan Disiplin Siswa
Disiplin adalah suatu kegiatan dimana
sikap, penampilan dan tingkah laku peserta didik sesuai dengan tatanan nilai,
norma dan ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah dan kelas dimana mereka
berada. Dalam peningkatan kedisiplinan biasanya terdapat tata tertib suatu
sekolah yang harus dipetuhi oleh seorang siswa misalnya: hadir 10 menit sebelum
pelajaran dimulai, mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran dengan baik, dan
mengerjakan semua tugas yang diberikan.
Kewajiban menaati tata tertib yang ada
merupakan hal yang penting karena merupakan bagian dari sistem persekolahan
yang dilaksanakan dan juga sebagai sebuah kelengkapan sekolah islam dalam
menjalankan proses pembelajaran.
5.
Kegiatan Ektra Kurikuler
Yang dimaksud dengan kegiatan tersebut
adalah kegiatan yang dilaksanakan di sekolah islam namun dilaksanakan diluar
jam sekolah secara resmi. Artinya diluar jadwal pelajaran yang tercantum.
Tujuan dari adanya kegiatan ini adalah memperkaya dan memperluas wawasan siswa
dan juga membantu menanamkan nilai-nilai pada diri siswa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler adalah:
a.
Peningkatan aspek pengetahuan sikap dan
ketrampilan.
b.
Dorongan untuk menyalurkan bakat dan
minat siswa
c.
Penetapan waktu dan obyek kegiatan yang
disesuaikan dengan kondisi lingkungan.
d.
Jenis-jenis kegiatan ekstra yang
disediakan seperti pramuka, PMR, kesenian, olahraga dan sebagainya.
Sedangkan kegiatan Ko Kurikuler dilaksanakan
dalam berbagai bentuk, misalnya mempelajari buku-buku pelajaran tertentu,
mengerjakan PR, atau mengadakan kegiatan lain diluar sekolah islam. Pada
intinya kedua kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan pribadi siswa.
6.
Organisasi Siswa Intra Sekolah
OSIS adalah satu-satunya organisasi yang
bersifat intra sekolah yang harus ada di sekolah islam Tsanawiyah maupun
Aliyah. OSIS berfungsi sebagai wadah untuk:
a.
Pembinaan pemuda dan budaya
b.
Pembinaan stabilitas dan ketahanan
nasional
c.
Pembentukan watak dan kepribadian dalam
integrasi sekolah.
d.
Pencegahan pembinaan siswa yang kurang
dapat dipertanggung jawabkan.
e.
Pembinaan aktifitas intra sekolah yang
berorientasi pada kegiatan yang bersifat edukatif.
f.
Pemberian kesempata seluas-luasnya bagi
pengembangan potensi siswa.
Tujuan OSIS adalah untuk:
a.
mempersiapkan siswa menjadi warga negara
yang memiliki jiwa pancasila, berkepribadian luhur, moral dan mental yang
tinggi, berkecakapan serta berpengetahuan yang siap untuk diamalkan.
b.
mempersiapakan siswa agar menjadi warga
negara yang mengabdi pada Tuhan YME, tanah air dan bangsanya.
c.
menggalang kesatuan dan persatuan yang
kokoh di sekolah dalam satu wadah OSIS.
d.
menghindarkan siswa dari
pengaruh-pengaruh yang tidak sehat.
Kegiatan
ini dibina oleh kepala sekolah dan dibantu oleh guru yang mempunyai kompetensi
dalam keorganisasian.
7.
Evaluasi Kegiatan Siswa
Dalam evaluasi kegiatan siswa terdapat
berbagai langkah yang perlu diperhatikan:
a.
Penentuan standar, yang dimaksud standar
adalah patokan mengenai suatu keerhasilan atau kegagalan dalam suatu kegiatan.
b.
Mengadakan pengukuran. Pengukuran
dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan.
c.
Membandingkan hasil pengukuran dengan standar
d.
Mengadakan perbaikan. Maka dari itu
perlu untuk mengetahui standar agar dapat digunakan sebagai umpan balik sebagai
perbaikan dalam pelaksanaan suatu kegiatan, supaya pelaksanaan kegiatan
memenuhi target yang telah ditetapkan.
8.
Perpindahan Siswa
Perpindahan siswa mempunyai dua
pengertian, yakni perpindahan siswa dari suatu sekolah islam ke sekolah islam
lain yang sejenis dan perpindahan siswa dari suatu jenis program ke jenis
program lain. Perpindahan siswa dari suatu sekolah islam ke sekolah islam lain
yang sejenis pada dasarnya dikarenakan perpindahan wilayah atau tempat.
Perpindahan siswa dari suatu jenis program ke jenis program lain lebih
dikarenakan kurang cocoknya siswa masuk dalam program tersebut. Maka dari itu
untuk mengantisipasi hal tersebut, pada saat penjurusan harus menentukan
jurusan setepat-tepatnya bagi siswa dengan melihat kecenderungan dan
karakeristik siswa bahkan dengan data yang lengkap yang dimiliki oleh pihak
sekolah islam.
9.
Kenaikan Kelas dan Penjurusan
Kenaikan Kelas dan Penjurusan dapat
diatur dalam peraturan sekolah yang didasarkan pada kebijakan yang ada pada
sekolah. Dalam pelaksanaan kenaikan kelas dan penjurusan seringkali muncul
berbagai masalah yang memerlukan penyelesaian secara bijak. Masalah ini dapat
diperkecil jika data-data tentang hasil evaluasi siswa obyektif dan
mendayagunakan fungsi. Juga para guru harus berhati-hati dalam memberikan nilai
hasil evaluasi belajar kepada siswa.
10.
Kelulusan dan Alumni
Kelulusan adalah pernyataan dari sekolah
islam sebagai suatu lembaga tentang telah diselesaikannya program pendidikan
yang harus diikuti oleh siswa. Kelulusan ini ditandai dengan adanya Ijazah atau
STTB. Prosesnya biasanya ditandai dengan pelepasan siswa dalam suatu upacara.
Sedangkan hubungan dengan alumni, para
sekolah islam tetap menjaga hubungan dengan para alumninya. Demikian juga para
alumni juga biasanya bangga dengan sekolah islam dimana ia bersekolah dan
menempuh pendidikan dahulu.[23] 24Ibid.
F.
Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik
Kebutuhan
peserta didik adalah sesuatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh peserta didik
untuk mendapatkan kedewasaan ilmu. Kebutuhan peserta didik tersebut wajib
dipenuhi atau diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya. Menurut
Ramayulis, ada delapan kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi, yaitu:[24]
1.
Kebutuhan Fisik
Fisik seorang anak didik selalu
mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Proses pertumbuhan fisik ini terbagi
menjadi tiga tahapan:
a.
Peserta didik pada usia 0-7 tahun, pada
masa ini peserta didik masih mengalami masa kanak-kanak.
b.
Peserta didik pada usia 7-14 tahun, pada
usia ini biasanya peserta didik tengah mengalami masa sekolah yang didukung
dengan peralihan pendidikan formal.
c.
Peserta didik pada usia 14-21 tahun,
pada masa ini peserta didik mulai mengalami masa pubertas yang akan membawa
kepada kedewasaan.[25]
2.
Kebutuhan Sosial
Adalah kebutuhan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan
masyarakat lingkungan. Begitu juga supaya dapat diterima oleh orang lebih tinggi
dari dia seperti orang .
tuanya, guru-gurunya dan pemimpinnya.
Kebutuhan ini perlu agar peserta didik dapat memperoleh kebutuhan ini perlu
agar peserta didik dapat memperoleh posisi dan berprestasi dalam pendidikan.[26]
3.
Kebutuhan untuk Mendapatkan Status
Dalam proses kebutuan ini biasanaya
seorang peseta didik ingin menjadi orang yang dapat dibanggakan atau dapat
menjadi seorang yang benar-benar berguna dan dapat berbaur secara sempurna di
dalam sebuah lingkungan masyarakat.
4.
Kebutuhan Mandiri
Kebutuhan mandiri ini pada dasarnya
memiliki tujuan utama yaitu untuk menghindarkan sifat pemberontak pada diri
peserta didik, serta menghilangkan rasa tidak puas akan kepercayaan dari orang
tua atau pendidik karena ketika seorang peserta didik terlalu mendapat kekangan
akan sangat menghambat daya kreativitas dan kepercayaan diri untuk berkembang
5.
Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup
Peserta didik memiliki beberapa dimensi
penting yang mempengaruhi akan perkembangan peserta didik, dimensi ini harus
diperhatikan secara baik oleh pendidik dalam rangka mencetak peserta didik yang
berakhlak mulia dan dapat disebut insan kamil dimensi fisik (jasmani), akal,
keberagamaan, akhlak, rohani (kejiwaan), seni (keindahan), sosial.
Di dalam proses pendidikan seorang
peserta didik yang berpotensi adalah objek atau tujuan dari sebuah sistem
pendidikan yang secara langsung berperan sebagai subjek atau individu yang
perlu mendapat pengakuan dari lingkungan sesuai dengan keberadaan individu itu
sendiri. Sehingga dengan pengakuan tersebut seorang peserta didik akan mengenal
lingkungan dan mampu berkembang dan membentuk kepribadian sesuai dengan
lingkungan yang dipilihnya dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya pada
lingkungan tersebut. Adapun hal-hal yang harus dipahami adalah:
a.
Kebutuhannya
b.
Dimensi-dimensinya
c.
Intelegensinya
d.
Kepribadiannya.[27]
.
G.
Karakteristik Peserta Didik
`Beberapa
hal yang perlu dipahami mengenai karakteristik peserta didik adalah: [28]
1.
Peserta didik bukan miniatur orang
dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode belajar mengajar tidak
boleh dilaksanakan dengan orang dewasa. Orang dewasa tidak patut
mengeksploitasi dunia peserta didik, dengan mematuhi segala aturan dan keinginannya,
sehingga peserta didik kehilangan dunianya.
2.
Peserta didik memiliki kebutuhan dan
menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin. Kebutuhan individu,
menurut Abraham Maslow, terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokkan
dalam dua kategori, yaitu: (1) kebutuhan-kebutuhan tahap dasar (basic needs)
yang meliputi kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, cinta dan ikut memiliki
(sosial), dan harga diri; dan (2) meta kebutuhan - meta kebutuhan
(meta needs), meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri,
seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan lain
sebagainya. Sekalipun demikian, masih ada kebutuhan yang tidak terjangkau
kelima hierarki kebutuhan itu, yaitu kebutuhan akan transendensi kepada
Tuhan. Individu yang melakukan ibadah sesungguhnya tidak dapat dijelaskan
dengan kelima hierarki kebutuhan tersebut, sebab akhir dari aktivitasnya
hanyalah keikhlasan dan ridha dari Allah SWT.
3.
Peserta didik memiliki perbedaan antara
individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari factor
endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi
jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat, dan lingkungan yang
mempengaruhinya. Pesrta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai
dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhluk monopluralis, maka
pribadi peserta didik walaupun terdiri dari dari banyak segi, merupakan satu
kesatuan jiwa raga (cipta, rasa dan karsa).
4.
Peserta didik merupakan subjek dan objek
sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta
produktif. Setiap peserta didik memiliki aktivitas sendiri (swadaya) dan
kreatifitas sendiri (daya cipta), sehingga dalam pendidikan tidak hanya
memandang anak sebagai objek pasif yang bisanya hanya menerima, mendengarkan
saja.
5.
Peserta didik mengikuti periode-periode
perkembangan tertentu dalam mempunyai pola perkembangan serta tempo dan
iramanya. Implikasi dalam pendidikan adalah bagaimana proses pendidikan itu
dapat disesuaikan dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan peseta didik.
Kadar kemampuan peserta didik sangat ditentukan oleh usia dan priode
perkembangannya, karena usia itu bisa menentukan tingkat pengetahuan,
intelektual, emosi, bakat, minat peserta didik, baik dilihat dari dimensi biologis,
psikologis, maupun dedaktis.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Manajemen pendidikan Islam adalah proses
perencanaan, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan pendidikan Islam dengan
segala aspeknya agar tujuan pendidikan tercapai secara efektif dan efisien.
2.
Peserta didik dalam pendidikan Islam
adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis,
sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.
3.
Manajemen mempunyai peran atau membantu
menjelaskan perilaku organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas,
dan kepuasan. Manajemen juga mempunyai prinsip dasar dalam praktik pendidikan
antara lain: Menentukan cara/metode kerja, Pemilihan pekerja dan pengembangan
keahliannya, Pemilihan prosudur kerja, Menentukan batas-baras tugas,
Mempersiapkan dan membuat spesipikasi tugas, Melakukan pendidikan dan latihan
dan Menentukan sistem yang menghasilkan.
4.
Tujuan dari manajemen peserta didik
ialah mengatur segala kegiatan-kegiatan peserta didik agar semua
kegiatan-kegiatan tersebut dapat menunjang proses belajar mengajar di sekolah.
Sehingga proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib, dan
teratur.
5.
Fungsi Manajemen Peseta didik secara
umum adalah sebagai wahana bagi peserta pendidik untuk mengembangkan diri
semaksimal mungkin baik dari segi individualitasnya, sosialnya, aspirasinya,
kebutuhan dan potensi lainnya dari peserta didik.
6.
Ruang lingkup manajemen kesiswaan,
yaitu: Perencanaan peserta didik/ kesiswaan; Penerimaan Siswa Baru;
Pengelompokan Siswa; Pembinaan Disiplin Siswa; Kegiatan Ektra Kurikuler;
Organisasi Siswa Intra Sekolah;
7.
Evaluasi Kegiatan Siswa; Perpindahan
Siswa; Kenaikan Kelas dan Penjurusan; Kelulusan dan Alumni.
8.
Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik,
berupa: Kebutuhan Fisik; Kebutuhan Sosial; Kebutuhan untuk Mendapatkan Status;
Kebutuhan Mandiri; dan Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup.
9.
Karakteristik peserta didik diantaranya:
peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga
metode belajar mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan orang dewasa; peserta
didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal
mungkin; peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang
lain; peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia; peserta didik
merupakan subjek dan objek pendidikan; peserta didik mengikuti periode-periode
perkembangan tertentu dalam mempunyai pola perkembangan serta tempo dan
iramanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi,
Abu & Nur Uhbiyati. 2006. Ilmu Pendidikan. Jakarat: PT. Rineka
Cipta.
Ali,
M. Nashir. 1982. Dasar-Dasar Ilmu Mendidik. Jakarta: Mutiara.
Davir,
R. Ali Mahdum. Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam, Dalam
http://mayuzta.blogspot.co.id/2015/06/peserta-didik-dalam-pendidikan-islam_22.html,
diunggah pada Senin, 22 Juni 2015 Pukul 06.21 WIB
Departemen
Agama RI. 2008. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro.
Fathurrohman,
Memahami Manajemen Kesiswaan Dalam Lembaga Pendidikan Islam, dalam
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/10/07/memahami-manajemen-kesiswaan-dalam-lembaga-pendidikan-islam/,
diunggah pada minggu, 7 oktober 2012 pukul 10.22 WIB
Fattah,
Liat Nanang. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan, Cet. V. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Imron,
Ali. 2011. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Mujib,
Abdul. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Natsir,
Muhammad. 1954. Capita Selekta. Bandung: Gravenhage.
Rahman,
Jamal Abdul. 2008. Tahapan Mendidik Anak, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar Ihsan
Zubaidi. Bandung: Irsyad Baitus salam.
Ramayulis.
2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Smith,
Adan. 1982. Management System Analysis And Aplication, Cet. I. Japan:
Holt Saunders International.
Tafsir,
Ahmad. 2008. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Zainuddin,
Ansar. Manajemen Pendidikan Islam, dalam
http://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/11/manajemen-pendidikan-islam.html,
diunggah pada Rabu, 18 November 2015 pukul 11.02 WIB
Zuhairini.
1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Luther
Gulick, Dictionary Of Education (New York: Mcgraw-Hill Book Company, Ttp), h.
145
[2] Folet,
Managerial Proses And Organisational Behavior (Glenview: Scott, Ttp), h. 39
[3] Liat
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Cet. V (Bandung: Pt. Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 2
[4] Adan
Smith, Management System Analysis And Aplication, Cet. I (Japan: Holt Saunders
International, 1982), h. 29
[5] Muhammad
Natsir, Capita Selekta (Bandung: Gravenhage, 1954), h. 87
[6] Abdul Mujib,
Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), h. 103
[7] Ibid.,
h.104
[8] Jamal
Abdul Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi
(Bandung: Irsyad Baitus salam, 2008), h. 16.
[9] Jamal
Abdul Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi
(Bandung: Irsyad Baitus salam, 2008), h. 17
[10] M.
Nashir Ali, Dasar-Dasar Ilmu Mendidik (Jakarta: Mutiara, 1982), h. 93.
[11] Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008), h. 275.
[12] Zuhairini,
Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 170.
[13] Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2008), h. 35
[14] Ibid.,
h. 35
[15] Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008), h. 407.
[16] R. Ali
Mahdum Davir, Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam, dalam
http://mayuzta.blogspot.co.id/2015/06/peserta-didik-dalam-pendidikan-islam_22.html,
Diunggah Pada Senin, 22 Juni 2015 Pukul 06.21 WIB
[17] Shrode
A. William, Organization And Management Basic Syestem Comcepts (Malaysia: Irwin
Book, Ttp), h. 132
[18] Ansar
Zainuddin, Manajemen Pendidikan Islam, dalam
http://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/11/manajemen-pendidikan-islam.html,
diunggah pada Rabu, 18 November 2015 pukul 11.02 WIB 12
[19] Fathurrohman,
Memahami Manajemen Kesiswaan Dalam Lembaga Pendidikan Islam, dalam
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/10/07/memahami-manajemen-kesiswaan-dalam-lembaga-pendidikan-islam/,
diunggah pada minggu,7 oktober 2012 pukul 10.22 WIB
[20] Ali Imron,
Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 12.
[21] Ali
Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2011).,
h. 12-13.
[22] Shrode
A. William, Organization And Management Basic Syestem Comcepts (Malaysia: Irwin
Book, Ttp), h. 132.
[23] Fathurrohman,
Memahami Manajemen Kesiswaan Dalam Lembaga Pendidikan Islam, dalam
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/10/07/memahami-manajemen-kesiswaan-dalam-lembaga-pendidikan-islam/,
diunggah pada minggu,7 oktober 2012 pukul 10.22 WIB
[24] Fathurrohman,
Memahami Manajemen Kesiswaan Dalam Lembaga Pendidikan Islam, dalam
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/10/07/memahami-manajemen-kesiswaan-dalam-lembaga-pendidikan-islam/,
diunggah pada minggu,7 oktober 2012 pukul 10.22 WIB
[25] Abu
Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarat: PT. Rineka Cipta, 2006),
h. 42.
[26] Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 78.
[27] Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 97
[28] R. Ali
Mahdum Davir, Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam, Dalam
http://mayuzta.blogspot.co.id/2015/06/peserta-didik-dalam-pendidikan-islam_22.html,
Diunggah Pada Senin, 22 Juni 2015 Pukul 06.21 WIB
Casinos with Casinos with Casinos with Casino Sites with Casino Sites with
BalasHapusFind the best casinos luckyclub with casinos with casino sites with casino sites with casinos with casino sites with casinos with casino sites with games with casino sites
Apakah ada versi pdf
BalasHapus